Seperti yang kita ketahui, sebelumnya indonesia merdeka, pada zaman dahulu banyak kerajaan-kerajaan di nusantara yang bertempur melawan penjajahan. Salah satunya adalah Kerajaan Makassar yang melawan pendudukan oleh Belanda.
Dalam memperjuangkan kedaulatan daerahnya banyak hal-hal tragis dan heroik yang sudah dilakukan. Terkadang suatu kerajaan pun mesti melaksanakan perjanjian demi menjaga keutuhan suatu wilayah kerajaan.
Kerajaan makasar ialah salah satu kerajaan di nusantara yang pernah melaksanakan atau menghasilkan suatu perjanjian Bongaya atau Bungaya.
Nah, mari kita telesuri apa itu perjanjian bongaya dan apa-apa aja isi dari perjanjian tersebut.
Apa itu Perjanjian Bungaya ?
Ada yang menyebutnya dengan perjanjian Bungaya, ada juga yang menyebutnya dengan Bongaya atau Bongaja. Perjanjian ini ialah suatu perjanjian perdamaian setelah sekian usang Kesultanan Gowa bertempur melawan Hindia Belanda.Perjanjian Bungaya ini ditandatangani pada tanggal 18 November 1667 di Bungaya dan diwakili oleh Sultan Hasanuddin dari Kesultanan Gowa dan Laksamana Cornelis Speelman yang mewakili Hindia Belanda.
Dalam perjanjian Bongaya berisikan suatu aturan-aturan untuk mengendalikan antara korelasi Kerajaan Gowa dan VOC Belanda.
Sejarah terjadinya Perjanjian Bongaya
Dalam suatu perkelahian antara Arung Palakka, seorang pangeran dari Kerajaan Bone dengan Kerajaan Gowa yang dipimpin oleh Sultan Hassanudin terjadi pertempuran besar antara Sultan Hasanudin dengan Aru Palaka yang di saat itu di bantu oleh serdadu VOC yang dipimpin oleh Kapten Cornelis SpeelmanDalam pertempuran tersebut, ternyata Sultan Hasanudin mengalami kekalahan dan dipaksa untuk menandatangani suatu perjanjian perdamaian di Desa Bongaya pada tahun 1667.
Dari situlah perjanjian ini disebut dengan Perjanjian Bongaya, sebab diadakan di Desa Bongaya. Dan pastinya isi perjanjian tersebut lebih banyak merugikan kerajaan Kerajaan Gowa.
Isi Perjanjian Bongaya
Terdapat sebanyak tiga puluh butir dalam perjanjian Bongaya yang mengendalikan korelasi antara Kerajaan Gowa dengan Hindia Belanda:- Perjanjian yang ditandatangani oleh Karaeng Poppa, duet pemerintah di Makassar (Gowa) dan Gubernur-Jendral, serta Dewan Hindia di Batavia pada tanggal 19 Agustus 1660, dan antara pemerintahan Makassar dan Jacob Cau selaku Komisioner Kompeni pada tanggal 2 Desember 1660 mesti diberlakukan.
- Seluruh pejabat dan rakyat Kompeni berkebangsaan Eropa yang baru-baru ini atau pada masa kemudian melarikan diri dan masih tinggal di sekeliling Makassar mesti secepatnya dikirim terhadap Laksamana (Cornelis Speelman).
- Seluruh alat-alat, meriam, uang, dan barang-barang yang masih tersisa, yang diambil dari kapal Walvisch di Selayar dan Leeuwin di Don Duango, mesti diserahkan terhadap Kompeni.
- Mereka yang terbukti bersalah atas pembunuhan orang Belanda di banyak sekali tempat mesti diadili secepatnya oleh Perwakilan Belanda dan memperoleh sanksi setimpal.
- Raja dan ningrat Makassar mesti mengeluarkan duit ganti rugi dan seluruh utang pada Kompeni, paling lambat viral berikut.
- Seluruh orang Portugis dan Inggris mesti diusir dari wilayah Makassar dan dihentikan lagi diterima tinggal di sini atau melaksanakan perdagangan.
- Tidak ada orang Eropa yang boleh masuk atau melaksanakan jual beli di Makassar.
- Hanya Kompeni yang boleh bebas berjualan di Makassar. Orang "India" atau "Moor" (Muslim India), Jawa, Melayu, Aceh, atau Siam dihentikan menjual kain dan barang-barang dari Tiongkok sebab cuma Kompeni yang boleh melakukannya. Semua yang melanggar akan dieksekusi dan barangnya akan disita oleh Kompeni.
- Kompeni mesti dibebaskan dari bea dan pajak impor maupun ekspor.
- Pemerintah dan rakyat Makassar dihentikan berlayar ke mana pun kecuali Bali, pantai Jawa, Jakarta, Banten, Jambi, Palembang, Johor, dan Kalimantan, dan mesti meminta surat izin dari Komandan Belanda di sini (Makassar). Mereka yang berlayar tanpa surat izin akan dianggap musuh dan diperlakukan sebagaimana musuh. Tidak boleh ada kapal yang dikirim ke Bima, Solor, Timor, dan yang lain semua wilayah di timur Tanjung Lasso, di utara atau timur Kalimantan atau pulau-pulau di sekitarnya. Mereka yang melanggar mesti menebusnya dengan nyawa dan harta.
- Seluruh benteng di sepanjang pantai Makassar mesti dihancurkan, yaitu: Barombong, Pa'nakkukang, Garassi, Mariso, Boro'boso. Hanya Sombaopu yang boleh tetap bangun untuk ditempati raja.
- Benteng Ujung Pandang mesti diserahkan terhadap Kompeni dalam kondisi baik, bareng dengan desa dan tanah yang menjadi wilayahnya.
- Koin Belanda menyerupai yang digunakan di Batavia mesti diberlakukan di Makassar.
- Raja dan para ningrat mesti mengirim ke Batavia duit senilai 1.000 budak lelaki dan wanita, dengan perkiraan 2½ tael atau 40 mas emas Makassar per orang. Setengahnya mesti sudah terkirim pada bulan Juni dan sisanya paling lambat pada viral berikut.
- Raja dan ningrat Makassar dihentikan lagi mencampuri problem Bima dan wilayahnya.
- Raja Bima dan Karaeng Bontomarannu mesti diserahkan terhadap Kompeni untuk dihukum.
- Mereka yang diambil dari Sultan Butung pada penyerangan terakhir Makassar mesti dikembalikan. Bagi mereka yang sudah meninggal atau tidak sanggup dikembalikan, mesti dibayar dengan kompensasi.
- Bagi Sultan Ternate, siapa saja yang sudah diambil dari Kepulauan Sula mesti dikembalikan bareng dengan meriam dan senapan. Gowa mesti melepaskan seluruh keinginannya menguasai kepulauan Selayar dan Pansiano (Muna), seluruh pantai timur Sulawesi dari Manado ke Pansiano, Banggai, dan Kepulauan Gapi dan tempat yang lain di pantai yang sama, dan negeri-negeri Mandar dan Manado, yang dulunya yakni milik raja Ternate.
- Gowa mesti menanggalkan seluruh kekuasaannya atas negeri-negeri Bugis dan Luwu. Raja renta Soppeng [La Ténribali] dan seluruh tanah serta rakyatnya mesti dibebaskan, begitu juga penguasa Bugis yang lain yang masih ditawan di wilayah-wilayah Makassar, serta perempuan dan bawah umur yang masih ditahan penguasa Gowa.
- Raja Layo, Bangkala dan seluruh Turatea serta Bajing dan tanah-tanah mereka mesti dilepaskan.
- Seluruh negeri yang ditaklukkan oleh Kompeni dan sekutunya, dari Bulo-Bulo sampai Turatea, dan dari Turatea sampai Bungaya, mesti tetap menjadi tanah milik Kompeni selaku hak penaklukan.
- Wajo, Bulo-Bulo dan Mandar mesti ditinggalkan oleh pemerintah Gowa dan tidak lagi menolong mereka dengan tenaga manusia, senjata dan lainnya.
- Seluruh lelaki Bugis dan Turatea yang menikahi perempuan Makassar, sanggup terus bareng isteri mereka. Untuk selanjutnya, jikalau ada orang Makassar yang berharap tinggal dengan orang Bugis atau Turatea, atau sebaliknya, orang Bugis atau Turatea berharap tinggal dengan orang Makassar, boleh melakukannya dengan seizin penguasa atau raja yang berwenang.
- Pemerintah Gowa mesti menutup negerinya bagi semua bangsa (kecuali Belanda). Mereka juga mesti menolong Kompeni melawan musuhnya di dalam dan sekitar Makassar.
- Persahabatan dan komplotan mesti terjalin antara para raja dan ningrat Makassar dengan Ternate, Tidore, Bacan, Butung, Bugis (Bone), Soppeng, Luwu, Turatea, Layo, Bajing, Bima dan penguasa-penguasa lain yang pada masa depan ingin turut dalam komplotan ini.
- Ketika perjanjian tenang ini ditandatangani, disumpah dan dibubuhi cap, para raja dan ningrat Makassar mesti mengirim dua penguasa pentingnya bareng Laksamana ke Batavia untuk menyerahkan perjanjian ini terhadap Gubernur-Jendral dan Dewan Hindia. Jika perjanjian ini disetujui, Gubernur-Jendral sanggup menahan dua pangeran penting selaku sandera selama yang beliau inginkan.
- Lebih jauh ihwal pasal 6, orang Inggris dan seluruh barang-barangnya yang ada di Makassar mesti dibawa ke Batavia.
- Lebih jauh ihwal pasal 15, jikalau Raja Bima dan Karaeng Bontomarannu tidak didapatkan hidup atau mati dalam sepuluh hari, maka putra dari kedua penguasa mesti ditahan.
- Pemerintah Gowa mesti mengeluarkan duit ganti rugi sebesar 250.000 rijksdaalders dalam lima viral berturut-turut, baik dalam bentuk meriam, barang, emas, perak ataupun permata.
- Raja Makassar dan para bangsawannya, Laksamana selaku wakil Kompeni, serta seluruh raja dan ningrat yang tergolong dalam komplotan ini mesti bersumpah, menandatangani dan membubuhi cap untuk perjanjian ini atas nama Tuhan yang Suci pada hari Jumat, 18 November 1667.
0 Response to "Apa Itu Perjanjian Bongaya Dan Isi Perjanjian Bungaya"
Posting Komentar